Hukum pada
dasarnya bertujuan untuk kedamaian. Masyarakat wajib mematuhi hukum yang dibuat
oleh penguasa (pemerintah), dan penguasa membuat aturan untuk kepentingan
masyarakat. Kekuasaan ini harus berjalan sesuai rule-nya dan tidak boleh sewenang-wenang, sebagaimana ajaran
Marsilius yang menyatakan bahwa adanya Negara adalah untuk menyelenggarakan dan
mempertahankan kedamaian. Kedamaian masyarakat terwujud dalam kesejahteraan dan
keamanan. Pemerintah bertanggungjawab atas kelangsungan hidup dan pemenuhan
kebutuhan dan terjaminnya rasa aman dan penegakan hak-hak asasi manusia, termasuk
diantaranya Hak untuk berserikat dan berkumpul.
Hitungan
hari pasca penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) no. 2 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang-undang No 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi
yang disebut-sebut menjadi “alasan” diubahnya Undang-undang Ormas, Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) dicabut status badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan
HAM berdasarkan Surat
Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan
Kementerian Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan
pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Alasan Pencabutan status badan hukum
HTI ini, menurut pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM karena HTI
dianggap menyimpang dari Ideologi Pancasila dan NKRI. Aktivitas HTI dinilai
mengancam kedaulatan politik negara oleh karena HTI mengusung ideologi Khilafah
yang bersifat transnasional memiliki Impian untuk menyatukan negara-negara
Islam di Dunia.
Tindakan pemerintah untuk menindak
tegas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah boleh jadi merupakan hal
yang benar dimata hukum. Namun, penindakan dan sanksi haruslah diberikan
terhadap ormas yang terbukti telah melakukan pelanggaran hukum, dan Pengadilan
merupakan Institusi sah yang memiliki kewenangan untuk menilai dan memutuskan.
Anehnya, pada Perpu No 2 Tahun 2017 ini klausul penilaian pelanggaran ormas melalui
Institusi Peradilan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Masyarakat dihapus, yang otomatis sanksi pembubaran langsung
dapat diberikan oleh pemerintah. Hal inilah yang menjadi tidak fair, ketika penguasa memberikan sanksi
kepada masyarakat sewenang-wenang, tanpa bukti yang valid tentang apa kesalahan yang dilakukannya. HTI sendiri
menyatakan tidak mengetahui kegiatan mana yang menurut pemerintah melanggar
hukum. Bahkan, HTI belum pernah menerima Surat Peringatan yang menunjukkan
kesalahan dalam kegiatannya.
Negara Indonesia yang menjunjung tinggi Demokrasi memberikan hak
terhadap warga negaranya untuk berserikat dan berkumpul dalam suatu organisasi
yang dijamin oleh Konstitusi. Demokrasi menitikberatkan kepada kedaulatan
rakyat, kepentingan rakyat, dan suara hati rakyat. Pantaskah pemerintah
sewenang-wenang untuk mencabut hak rakyat, tanpa memberikan kesempatan pada
rakyat untuk memberikan klarifikasi atau bantahan atas tuduhan terhadapnya?
Pemerintah seakan-akan takut akan berjalannya fungsi due process of law, sehingga secara
otoriter menghilangkan adanya proses hukum yang adil terhadap HTI. Penilaian
institusi peradilan sebagai lembaga yudikatif menjadi dinafikan. Sehingga,
bukan tidak mungkin setelah ini akan banyak HTI-HTI lainnya yang dibubarkan
tanpa alasan, jika itu diinginkan oleh pemerintah. Hal ini seperti pemikiran
teori kekuasaan Nicollo Machiavelly yang juga dijuluki sebagai “The teacher of evil” yang mengajarkan
kepada sang penguasa untuk menjadikan apapun agar tercapainya kekuasaan baik
itu hal baik maupun hal bengis. het
doel heilight de middeled
(tujuan itu menghalalkan/membenarkan semua cara atau usaha).
Bahwa, dalam AD/ART Hizbut Tahrir Indonesia mencantumkan Pancasila sebagai ideologi
untuk badan hukum organisasinya. HTI merupakan suatu lembaga dakwah yang
menyiarkan agama Islam, dan menimpikan penerapan agama Islam secara menyeluruh.
Apakah suatu impian dan harapan rakyat melanggar hukum? Harapan dan Impian umat
Islam telah ada sejak dahulu, seiring berkembangnya kebutuhan rakyat maka hukum
islam telah menjadi hukum positif, seperti Perbankan Syariah, Zakat, Peradilan
Agama, maka terlalu berlebihan jika impian organisasi HTI dianggap sebagai
ancaman bagi Indonesia.
Disamping
itu, tidak mudah untuk merubah suatu ideologi bangsa. Apalagi HTI telah
mendeklarasikan Pancasila sebagai ideologinya. Tidak ada kegiatan HTI yang
benar-benar terbukti mengancam keutuhan bangsa, bahkan dalam aksi-aksinya HTI
tidak pernah berlaku anarkis dan merusak. Pernyataan pemerintah tentang
kegiatan HTI melawan Ideologi negara, hanyalah tuduhan-tuduhan yang tak
berdasar. Apa yang dilanggar dan apa buktinya bahkan tidak dapat dikemukakan
secara jelas karena tidak ada lagi lembaga peradilan yang menampungnya. Sehingga
pencabutan status badan hukum terhadap HTI serta pembubarannya jelas merupakan
suatu State Crime (Kejahatan Negara)
yang atas kekuasaannya mengabaikan Hak-Hak Asasi Manusia.
Tindakan
zhalim pemerintah ini tentunya dapat menyebabkan turbulensi politik atas banyaknya
pandangan yang berbeda. Demi keadilan dan kepastian hukum, pemerintah wajib
membuka secara terang dan jelas bukti-bukti dan alasan hukum yang legitimate atas pelanggaran yang diduga dilakukan
oleh HTI sehingga dijatuhi sanksi terhadapnya. Le gouvernement devrait être un éducateur et non un prédateur (Dr. K/a - 20 Juli 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar