Senin, 09 Januari 2017

SANG PENISTA AGAMA DAN KEBERATANNYA (EKSEPSI)


A.     SURAT DAKWAAN

Surat Dakwaan yang pada periode HIR disebut surat tuduhan / Acte Van Verwijzing  adalah Surat  yang memuat rumusan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang terdakwa, dibuat berdasarkan dari hasil pemeriksaan di penyidikan, dan merupakan panduan bagi hakim dalam pemeriksaan perkara di Persidangan.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 47 K/Kr/1956 Tanggal 23 Maret 1957, juga dinyatakan “Bahwa Yang Menjadi Dasar Pemeriksaan Oleh Pengadilan Ialah Surat Tuduhan (Dakwaan) Bukan Tuduhan Yang Dibuat Polisi”, dan disebutkan pula dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 68k/Kr/1973 Tanggal 16 Desember 1976, Menyatakan “Bahwa Putusan Pengadilan Haruslah Didasarkan Pada Tuduhan”,

Surat dakwaan hanya dapat diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku Tindak Pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan haruslah dibuat dengan sebaik-baiknya, dan memenuhi persyaratan yang diatur didalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:

(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
  1.      Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat            tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka (Syarat Formal)
  2.      Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan        menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. (Syarat Materiil)

B.       NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)
               
          Eksepsi atau Nota keberatan adalah tangkisan (plead) atau bantahan yang diajukan oleh Terdakwa dan/atau Penasehat Hukum terdakwa tentang cacat formilnya suatu Surat Dakwaan Eksepsi diajukan tidak untuk membantah “materi pokok” surat dakwaan.
Klasifikasi Eksepsi, antara lain:
       
       1)     Eksepsi Kompetensi (Kewenangan Mengadili)
-         Kompetensi Absolut, tentang lingkungan peradilan. Contoh, perkara pidana diadili di  Pengadilan Negeri bukan Pengadilan Agama.
-    Kompetensi Relatif, tentang daerah hukum/wilayah hukum yaitu pemilihan        Pengadilan Negeri untuk mengadili terdakwa, sebagaimana diatur pada pasal 84-86  KUHAP.
      
       2)     Eksepsi Gugurnya Kewenangan Menuntut
-     Nebis In Idem, Gugurnya kewenangan menuntut, karena perkara tersebut telah      pernah didakwakan, diperiksa, dan diadili terhadap terdakwa
-     Exceptio In Tempores, Kewenangan menuntut gugur karena telah melalui tenggang waktu
-         Terdakwa Meninggal Dunia

       3)     Eksepsi Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima
-       Pemeriksaan ditingkat penyidikan tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 56 ayat   (1) KUHAP. (Pidana ancaman diatas 5 Tahun tidak didampingi Penasehat Hukum)
-     Eksepsi pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht delict. Tindak Pidana “delik     aduan” namun tidak ada pengaduan, atau tenggang waktu pengaduan telah lewat

       4)     Eksepsi Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum
       Dalam hal perkara yang diadili bukanlah tindak pidana, melainkan perkara perdata atau tata        usaha negara
     
       5)     Eksepsi Dakwaan Tidak Dapat Diterima
-    Eksepsi subjudice, Tindak pidana yang didakwakan, persis sama dengan perkara pidana yang masih berjalan di Pengadilan Negeri lain atau pada Tingkat Banding/Kasasi
-          Exceptio In Persona, orang yang diajukan sebagai terdakwa “keliru”
-          Eksepsi keliru sistematika dakwaan subsideritas
-    Eksepsi bentuk dakwaan, misalnya dakwaan yang bentuknya subsideritas namun diajukan dalam bentuk dakwaan komulatif

       6)     Eksepsi Batal Demi Hukum
              Eksepsi Batal Demi Hukum adalah eksepsi atas dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan        yang diatur pada pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal        143 ayat (2) KUHAP dianggap Tidak Jelas / Obscuur Libels (Kabur), atau Tidak Cermat /        Confuse (Membingungkan), atau Tidak Lengkap / Misleading (Menyesatkan) yang                  berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri.
-      Syarat pada pasal 143 ayat 2 huruf a , bahwa Surat Dakwaan harus diberi tanggal dan tanda tangan, dan identitas terdakwa secara lengkap. Tidak dipenuhinya syarat ini dapat dikategorikan dakwaan yang tidak jelas, dan bertentangan dengan undang-undang. Namun, dengan pendekatan critical error, hal ini dapat ditolerir dengan cara meminta Penuntut Umum memperbaiki di depan Persidangan.
-       Syarat pada pasal 143 ayat 2 huruf b, bahwa surat dakwaan dapat dieksepsi apabila:
a.         Tidak menyebut locus delicti (tempat kejadian perkara) dan tempus delicti (waktu terjadinya perkara)
b.         Tidak cermat, jelas, dan lengkapnya tindak pidana yang didakwakan, maksudnya:
·  Tidak Cermat / Membingungkan (Confuse) surat dakwaan, dalam hal isi rumusan surat dakwaan antara satu dengan yang lainnya saling bertentangan
·      Tidak Jelas / Kabur (Obscuur Libels), dalam hal surat dakwaan tidak merinci secara jelas bagaimana tindak pidana dilakukan terdakwa
·      Tidak Lengkap / Menyesatkan (Misleading), dalam hal surat dakwaan tidak lengkap memuat elemen atau unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan

Tegas dalam Pasal 143 ayat 3 KUHAP dinyatakan, “Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf b Batal demi hukum. Selain itu, juga dinyatakan dalam Yurisprudensi  Tetap Mahkamah Agung RI No. 808K/PID/1984 tanggal 29 Juni 1985 “dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, harus dinyatakan batal demi hukum.”
       Bahwa, Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok, yang didakwa atas Tindak Pidana Penistaan Agama dengan Dakwaan Alternatif pasal 156 KUHP atau pasal 156a KUHP dan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 13 Desember 2016 telah mencakupi syarat-syarat surat dakwaan sebagaimana yang diatur pada pasal 143 ayat 2 KUHAP.
                
         Dalam surat dakwaan tersebut, telah dicantumkan tanggal serta tanda-tangan Penuntut Umum pada dakwaan, sehingga syarat formil dakwaan tercukupi. Adapun syarat materiil dakwaan telah pula termuat di dalam Surat Dakwaan tersebut, yakni telah menyebutkan dengan jelas tempus dan locus delicti nya yaitu pada Selasa 27 September 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan September 2016, bertempat di Tempat Pelelangan Ikan atau TPI Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili.
            
          Surat Dakwaan juga telah diuraikan secara Jelas, cermat dan lengkap sehingga tidak kabur (Obscuur Libels) karena telah menjelaskan bagaimana tindak pidana dilakukan oleh terdakwa, tidak membingungkan (Confuse) karena telah memuat uraian peristiwa yang saling berhubungan, dan tidak pula menyesatkan (Misleading) karena surat dakwaan telah memuat perbuatan berdasarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Disamping itu, tidak ada alasan-alasan lain yang dapat di eksepsi/dibantah dari Surat Dakwaan No. 147/jkt.ut/12/2016 tersebut sebagaimana uraian klasifikasi eksepsi yang telah dijelaskan diatas.
       
          Bahwa, Nota Keberatan yang diajukan terdakwa dan penasehat hukumnya, tidak sesuai dengan pokok perkara dan sangat subjektif sehingga konstruksinya tidak menyinggung hal-hal dakwaan serta tidak menanggapi isi dari dakwaan tapi lebih pada pokok materinya.

           
   Bahwa, oleh karena Surat Dakwaan telah memenuhi syarat-syarat surat dakwaan sebagaimana yang diatur pada pasal 143 ayat 2 KUHAP, dan tidak ada alasan hukum untuk diajukannya eksepsi/keberatan formil terhadap surat dakwaan, maka proses persidangan haruslah tetap dilanjutkan pada tahapan Pembuktian. Adapun penyampaian Nota Keberatan oleh terdakwa dan/atau Penasehat Hukumnya adalah suatu hak yang diatur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP, namun oleh karena tidak ada alasan hukum cacat formilnya surat dakwaan. Maka, Majelis hakim haruslah menolak keberatan terdakwa dan/atau penasehat hukum terdakwa dan melanjutakan persidangan pada tahap pembuktian. (aliquid quod certe, non refert). Dr K/A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar