A.
SURAT DAKWAAN
Surat Dakwaan yang pada
periode HIR disebut surat tuduhan / Acte
Van Verwijzing adalah Surat yang memuat rumusan tindak pidana yang
dilakukan oleh seorang terdakwa, dibuat berdasarkan dari hasil pemeriksaan di
penyidikan, dan merupakan panduan bagi hakim dalam pemeriksaan perkara di
Persidangan.
Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 47 K/Kr/1956 Tanggal 23 Maret 1957, juga dinyatakan “Bahwa Yang
Menjadi Dasar Pemeriksaan Oleh Pengadilan Ialah Surat Tuduhan (Dakwaan) Bukan
Tuduhan Yang Dibuat Polisi”, dan disebutkan pula dalam Putusan Mahkamah
Agung Nomor 68k/Kr/1973 Tanggal 16 Desember 1976, Menyatakan “Bahwa Putusan
Pengadilan Haruslah Didasarkan Pada Tuduhan”,
Surat dakwaan hanya dapat
diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil negara untuk melakukan
penuntutan kepada terdakwa pelaku Tindak Pidana. Demi keabsahannya, maka surat
dakwaan haruslah dibuat dengan sebaik-baiknya, dan memenuhi persyaratan yang
diatur didalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
(2) Penuntut umum
membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
- Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka (Syarat Formal)
- Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. (Syarat Materiil)
B.
NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)
Eksepsi atau Nota keberatan
adalah tangkisan (plead) atau bantahan
yang diajukan oleh Terdakwa dan/atau Penasehat Hukum terdakwa tentang cacat
formilnya suatu Surat Dakwaan Eksepsi diajukan tidak untuk membantah “materi
pokok” surat dakwaan.
Klasifikasi Eksepsi, antara lain:
1) Eksepsi Kompetensi (Kewenangan Mengadili)
- Kompetensi
Absolut, tentang lingkungan peradilan. Contoh, perkara pidana diadili di Pengadilan Negeri bukan Pengadilan Agama.
- Kompetensi
Relatif, tentang daerah hukum/wilayah hukum yaitu pemilihan Pengadilan Negeri
untuk mengadili terdakwa, sebagaimana diatur pada pasal 84-86 KUHAP.
2) Eksepsi Gugurnya Kewenangan Menuntut
- Nebis In Idem, Gugurnya kewenangan menuntut, karena
perkara tersebut telah pernah didakwakan, diperiksa, dan diadili terhadap
terdakwa
- Exceptio In Tempores, Kewenangan menuntut gugur karena telah
melalui tenggang waktu
- Terdakwa
Meninggal Dunia
3) Eksepsi Tuntutan Penuntut Umum Tidak
Dapat Diterima
- Pemeriksaan
ditingkat penyidikan tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
(Pidana ancaman diatas 5 Tahun tidak didampingi Penasehat Hukum)
- Eksepsi
pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht
delict. Tindak Pidana “delik aduan” namun tidak ada pengaduan, atau
tenggang waktu pengaduan telah lewat
4) Eksepsi Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum
Dalam hal perkara yang diadili bukanlah
tindak pidana, melainkan perkara perdata atau tata usaha negara
5) Eksepsi Dakwaan Tidak Dapat Diterima
- Eksepsi
subjudice, Tindak pidana yang didakwakan, persis sama dengan perkara pidana
yang masih berjalan di Pengadilan Negeri lain atau pada Tingkat Banding/Kasasi
-
Exceptio
In Persona, orang yang diajukan sebagai terdakwa “keliru”
-
Eksepsi
keliru sistematika dakwaan subsideritas
- Eksepsi
bentuk dakwaan, misalnya dakwaan yang bentuknya subsideritas namun diajukan
dalam bentuk dakwaan komulatif
6)
Eksepsi
Batal Demi Hukum
Eksepsi Batal Demi Hukum
adalah eksepsi atas dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur pada
pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2)
KUHAP dianggap Tidak Jelas / Obscuur Libels (Kabur), atau Tidak
Cermat / Confuse (Membingungkan),
atau Tidak Lengkap / Misleading (Menyesatkan)
yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri.
- Syarat
pada pasal 143 ayat 2 huruf a , bahwa Surat Dakwaan harus diberi tanggal dan tanda tangan, dan identitas terdakwa secara lengkap. Tidak dipenuhinya syarat
ini dapat dikategorikan dakwaan yang tidak jelas, dan bertentangan dengan
undang-undang. Namun, dengan pendekatan critical
error, hal ini dapat ditolerir dengan cara meminta Penuntut Umum
memperbaiki di depan Persidangan.
- Syarat pada pasal 143 ayat 2 huruf b,
bahwa surat dakwaan dapat dieksepsi apabila:
a. Tidak
menyebut locus delicti (tempat
kejadian perkara) dan tempus delicti (waktu
terjadinya perkara)
b.
Tidak
cermat, jelas, dan lengkapnya tindak pidana yang didakwakan, maksudnya:
· Tidak Cermat / Membingungkan (Confuse) surat dakwaan, dalam hal isi rumusan
surat dakwaan antara satu dengan yang lainnya saling bertentangan
·
Tidak Jelas / Kabur (Obscuur Libels), dalam
hal surat dakwaan tidak merinci secara jelas bagaimana tindak pidana dilakukan
terdakwa
·
Tidak Lengkap / Menyesatkan (Misleading),
dalam hal surat dakwaan
tidak lengkap memuat elemen atau unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan
Tegas dalam Pasal 143 ayat 3 KUHAP dinyatakan, “Surat
Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf b Batal
demi hukum. Selain itu, juga dinyatakan dalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI No. 808K/PID/1984
tanggal 29 Juni 1985 “dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, harus
dinyatakan batal demi hukum.”
Bahwa,
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama
Alias Ahok, yang didakwa atas Tindak Pidana Penistaan Agama dengan Dakwaan
Alternatif pasal 156 KUHP atau pasal 156a KUHP dan dibacakan di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada tanggal 13 Desember 2016 telah mencakupi syarat-syarat surat
dakwaan sebagaimana yang diatur pada pasal 143 ayat 2 KUHAP.
Dalam
surat dakwaan tersebut, telah dicantumkan tanggal serta tanda-tangan Penuntut
Umum pada dakwaan, sehingga syarat formil dakwaan tercukupi. Adapun syarat
materiil dakwaan telah pula termuat di dalam Surat Dakwaan tersebut, yakni
telah menyebutkan dengan jelas tempus dan
locus delicti nya yaitu pada Selasa
27 September 2016 sekira pukul 08.30-10.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada
bulan September 2016, bertempat di Tempat Pelelangan Ikan atau TPI Pulau
Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain di
mana Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang mengadili.
Surat
Dakwaan juga telah diuraikan secara Jelas, cermat dan lengkap sehingga tidak kabur (Obscuur
Libels) karena telah menjelaskan bagaimana tindak pidana dilakukan oleh
terdakwa, tidak membingungkan (Confuse) karena
telah memuat uraian peristiwa yang saling berhubungan, dan tidak pula menyesatkan (Misleading) karena surat dakwaan telah memuat perbuatan
berdasarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Disamping itu, tidak ada
alasan-alasan lain yang dapat di eksepsi/dibantah dari Surat Dakwaan No. 147/jkt.ut/12/2016 tersebut
sebagaimana uraian klasifikasi eksepsi yang telah dijelaskan diatas.
Bahwa, Nota Keberatan yang diajukan terdakwa dan
penasehat hukumnya, tidak sesuai dengan pokok perkara dan sangat subjektif
sehingga konstruksinya tidak menyinggung hal-hal dakwaan serta tidak menanggapi
isi dari dakwaan tapi lebih pada pokok materinya.
Bahwa,
oleh karena Surat Dakwaan telah memenuhi syarat-syarat surat dakwaan
sebagaimana yang diatur pada pasal 143 ayat 2 KUHAP, dan tidak ada alasan hukum
untuk diajukannya eksepsi/keberatan formil terhadap surat dakwaan, maka proses
persidangan haruslah tetap dilanjutkan pada tahapan Pembuktian. Adapun
penyampaian Nota Keberatan oleh terdakwa dan/atau Penasehat Hukumnya adalah
suatu hak yang diatur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP, namun oleh karena tidak
ada alasan hukum cacat formilnya surat dakwaan. Maka, Majelis hakim haruslah
menolak keberatan terdakwa dan/atau penasehat hukum terdakwa dan melanjutakan
persidangan pada tahap pembuktian. (aliquid
quod certe, non refert). Dr K/A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar