Character
Assasination of Witnesses
Persidangan dugaan tindak pidana
Penistaan Agama tengah berlangsung pada hari ini, Selasa 10 Januari 2016 dengan
agenda mendengarkan Keterangan saksi. Sebelum berlangsungnya persidangan,
Penasehat Hukum terdakwa pada media telah menyampaikan triknya untuk melakukan personal attack kepada para saksi,
dengan menghancurkan kredibilitas saksi pada persidangan.
Kredibilitas merupakan kualitas, kapabilitas, atau kekuatan
untuk menimbulkan kepercayaan. Kredibilitas saksi yang dipermasalahkan oleh
penasehat hukum terdakwa adalah tentang kompeten dan kredibelnya keterangan
saksi di persidangan. Pada hakekatnya, kredibilitas saksi tergantung kepada
pandangan atau penilaian majelis hakim
untuk mempercayai dan menyakini apa yang saksi katakan, dan terkait dengan akurasi
dari kesaksiannya sendiri terhadap logika, kebenarannya, dan kejujuran.
Sebagaimana persidangan pekan lalu,
penasehat hukum terdakwa juga telah banyak menyerang pribadi (kredibilitas)
saksi. Upaya penghancuran kredibilitas saksi ini didasarkan oleh penasehat
hukum pada pasal 185 ayat (6) KUHAP yang berbunyi: “Dalam menilai kebenaran
keterangan saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
a.
Persesuaian
antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b.
Persesuaian
antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. Alasan
yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. Cara
hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat atau tidakya keterangan itu dipercaya.
Wewenang hakim inilah yang kemudian
diambil alih oleh Penasehat Hukum terdakwa untuk mempengaruhi hakim, agar
keterangan para saksi tidak dipercaya. Padahal perlu diingat, para saksi yang
baru diperiksa adalah saksi pelapor, sehingga keterangan yang diketahuinya
adalah tentang dugaan terjadinya tindak pidana pada waktu dan tempat tertentu
yang telah diakui oleh terdakwa.
Atas laporan
tersebutlah dilakukan penyidikan dan penyidikan hingga diadilinya Terdakwa di
Persidangan. Pada persidangan, pertanyaan yang diajukan penasehat hukum lebih
kepada menyerang pribadi saksi, yang tidak ada hubungannya dengan tindak pidana
yang sedang diperiksa. Dan juga perlu digarisbawahi, telah adanya putusan
Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010 tanggal 8 Agustus 2011 yang telah menyatakan bahwa
keterangan saksi tidak lah harus melihat, mendengar, atau mengalami
sendiri suatu peristiwa pidana, melainkan
dilihat pada relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang sedang diproses.
Penasehat Hukum terdakwa tampaknya “melupakan” atau kurang pengetahuan atau
perkembangan hukum yang ada, sehingga dijadikan senjata baginya untuk
banar-benar Menghancurkan Kredibilitas
Saksi dengan menuduh saksi berbohong, menipu, dan memiliki kepentingan politik
atas persidangan tersebut.
Penilaian
keterangan saksi yang diberikan secara bebas, jujur, dan objektif merupakan
wewenang Majelis Hakim. Tujuannya agar Majelis Hakim dapat menilai kebenaran
dari keterangan yang disampaikan saksi. Kongkritnya, apakah laporan saksi
tentang tindak pidana penistaan agama yang dilakukan sdr. Ahok merupakan keterangan
bohong oleh karena saksi berasal dari organisasi FPI atau berafiliasi
dengan calon gubernur lain? Tidak, karena laporan saksi itu benar adanya, dan
telah dibuktikan dengan rekaman dan pengakuan dari terdakwa sendiri. Sehingga
tidak pada tempatnya Penasehat Hukum menggali kejujuran dan objektifitas
keterangan saksi kalau keterangannya benar telah dapat dibuktikan. Lain hal
bila keterangan adalah berupa pendapat, maka memungkinkan untuk menggali
objektifitas keterangannya.
Bahwa,
tentang tudingan identitas dan keterangan palsu yang dilontarkan Terdakwa dan
penasehat hukumnya, merupakan serangkaian upaya untuk menghancurkan
kredibilitas saksi dimata masyarakat. Penyampaian keterangan Palsu telah tegas
dilarang undang-undang dan merupakan wewenang Hakim dalam menilainya.
Sebagaimana proses pada pasal 174 KUHAP, dalam persidangan hakim tidak ada
memperingatkan saksi untuk tidak memberikan keterangan Palsu apalagi
memerintahkan untuk dituntutnya saksi karena memberikan keterangan palsu. Oleh
karena itu, pernyataan penasehat hukum tersebut telah diluar batas
kewenangannya.
Bahwa,
tindakan Penasehat Hukum yang terang-terangan ingin menghancurkan kredibilitas
saksi merupakan suatu tindakan yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
Hal ini merupakan pelanggaran atas Sumpah Advokat yang telah diucapkannya dan
pasal 2 Kode Etik Advokat yang berbunyi: “Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan
keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang
dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar
Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.”
Advokat merupakan profesi yang mulia
(Officium Nobile) yang dipercayai
oleh masyarakat agar terciptanya keadilan dan penegakan hukum yang seimbang.
Advokat sangat diharapkan kejujuran dan kehormatannya sehingga apa yang
disampaikan oleh seorang Advokat dapat dipercayai oleh masyarakat sebagai suatu
kebenaran. Maka, kita semua berharap agar para Advokat terutama Tim Penasehat
Hukum Terdakwa dapat menjalankan tugasnya dalam membela Terdakwa dengan
sebaik-baiknya tanpa harus menggunakan cara yang tidak jujur seperti yang
sedang dikoarkan – Menghancurkan Kredibilitas Saksi - Magna arbor et non cecidit, quia venti. Victorioso NKRI!...
(Dr. K/A)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar