Hukum
di suatu negara bertujuan untuk memberikan ketertiban dan keamanan bagi
masyarakat. Ketertiban tersebut akan terjaga bila masyarakat menaati hukum yang
ada dalam masyarakat itu. Menurut Van Apeldoorn, Hukum tidak cukup diartikan
sebagai aturan yang mengikat warganya saja, melainkan harus memiliki aspek
keadilan dan asas lain yang berguna melindungi warganya dengan adil, dan
menjamin kepastian hukum bagi setiap warga negara, tanpa kecuali. Agar terwujudnya Kepastian hukum, penting bagi
seluruh masyarakat untuk mematuhi hukum/perundang-undangan yang berlaku. Hal
ini juga berlaku bagi aparat penegak hukum, harus menjalankan dan menegakkan
tugas dan fungsinya berdasarkan aturan hukum.
Pada tanggal 16 Januari 2017 lalu, sejumlah
tokoh lintas agama Bali melaporkan Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam
(FPI) Munarman de Polda Bali atas dugaan fitnah terhadap pecalang (Petugas
Keamanan di Bali) pada saat pertemuan FPI dengan Kompas di Kantor Kompas
Palmerah, Jakarta Barat, pada Kamis 17 Juni 2016 yang diunggah ke YouTube pada
tanggal 17 Juni 2016 bukan oleh Munarman. Munarman dilaporkan 7 bulan kemudian,
dengan laporan melanngar ketentuan pasal 28 ayat
(2) jo Pasal 45a (2) UU No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), tentang batas-batas berlakunya hukum pidana telah ditentukan dan diatur
dalam bab pertama buku I pasal 2 – 9 KUHP, diantaranya adalah mengenai batas
berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus
delicti). Locus delicti adalah lokasi atau tempat berlakunya hukum pidana
yang dilihat dari segi lokasi terjadinya perbuatan pidana. Tujuan penentuan locus delicti adalah untuk menetukan
wilayah penyidikan, kejaksaan dan pengadilan mana yang harus memproses
perkaranya (kompetensi relatif).
Bahwa, secara formil hukum,
apabila terjadi suatu perbuatan yang diduga tindak pidana, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Daerah
Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 4 ayat 1 telah mengatur untuk
wilayah administrasi kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan
pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu, yang mana laporan polisi dapat diajukan di:
a.
Daerah hukum
kepolisian markas besar untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.
Daerah hukum
kepolisian daerah untuk wilayah provinsi;
c.
Daerah hukum
kepolisian resort untuk wilayah kabupaten/kota;
d.
Daerah hukum
kepolisian sektor untuk wilayah kecamatan.
Berdasarkan
peraturan tersebut, maka locus delicti tindak
pidana yang dituduhkan kepada munarman bukanlah berada pada wilayah hukum Polda
Bali, namun berada pada wilayah hukum/penyidikan Polsek Palmerah, Polres
Jakarta Barat, Polda Metro Jaya, atau dapat dilaporkan ke Markas Besar Kepolisian
Republik Indonesia (Mabes Polri). Pembagian
daerah hukum kepolisian ini adalah bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian
sasaran fungsi, dan peran Polri, serta kepentingan pelaksanaan tugas dan
kepastian hukum.
Disamping
itu, dari sisi kompetensi relatif lembaga peradilannya, penentuan locus delicti penting dalam menentukan
kewenangan Pengadilan Negeri mana yang mengadili suatu perkara pidana. Hal ini
di dalam KUHAP diatur pada pasal 84 , pasal 85, dan pasal 86. Bertitik tolak pada
ketiga pasal tersebut maka pengadilan berikut proses pemeriksaan dari tahap
penyidikan adalah di tempat kejadian perkara atau memungkinkan dilakukan di
wilayah tempat tinggal terdakwa dengan
syarat sebagian besar saksi berada di wilayah tempat tinggal terdakwa.
Dalam hal
ini, wilayah Polda Bali, Kejaksaan Tinggi Bali, dan Pengadilan Negeri Denpasar
tidak mencakup kedua Kriteria yang disebutkan di dalam KUHAP. Dugaan tindak
pidana yang dilaporkan tidak dilakukan di wilayah Bali, dan Munarman juga tidak
bertempat tinggal ataupun menetap di wilayah Bali. Sehingga atas laporan
tersebut, pihak Kepolisian Polda Bali tidak berwenang dalam melakukan
penyidikan. Bahwa, dengan dinaikkannya status laporan tersebut ke tingkat
penyidikan, maka pihak Polda Bali telah melewati batas kewenangannya,
menegakkan hukum dengan melanggar hukum. (Faire
respecter la loi en enfreignant la loi) yaitu dengan melanggar Undang
Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pemerintah No.
23 Tahun 2007 Tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara RI.
Dari segi
substansi hukum, penerapan 28 ayat (2) jo Pasal
45a ayat (2) Undang-undang ITE ini dinilai tidak relevan diterapkan pada diri Munarman
sebagai terlapor. Jika diambil salah satu unsur saja dari kedua pasal ini
(pasal 28 tentang perbuatannya dan pasal 45a tentang ketentuan pidananya) yaitu
unsur menyebarkan Informasi. Bahwa, yang dituju dari pasal ini (subjek
hukumnya) adalah orang yang menyebarkan informasi dengan sarana elektronik
terlepas nantinya terbukti apakah informasinya menyebabkan
kebencian/permusuhan. Seperti contoh pada kasus yang menjerat Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, pasal ini dapat diterapkan pada Buni Yani yang
menyebarkan Informasi, bukan kepada sdr. Basuki yang menyampaikan pidato. Hal
ini sama dengan kasus Munarman, yang menurut pelapor diduga telah menfitnah
pecalang (petugas keamanan di Bali), namun yang menyebarkan video pada youtube
bukanlah Munarman, sehingga bukanlah Munarman yang harusnya dilaporkan sesuai
dengan pasal pada UU ITE ini.
Analisa dan fakta tersebut memperlihatkan
semakin menjauhnya hukum di Indonesia dari Kepastian Hukum. Aparat mulai
mengenyampingkan aturan hukum yang mengikatnya. Muncul dugaan bahwa kasus yang
menimpa Munarman ini merupakan bagian dari bidikan dan kriminalisasi kepada
tokoh FPI, mengingat gencarnya laporan terhadap Ketua FPI Habib Rizieq, dan
pasca tuntutan FPI kepada Kapolri untuk memecat
Kapolda Jawa Barat dan Kapolda Metro Jaya dari Jabatannya. Arah hukum
kita mulai menuju ke arah hukum represif, sebagaimana dinyatakan Philippe Nonet & Philip Selznick, bahwa Hukum dikendalikan oleh kekuasaan. Kriminalisasi
adalah bentuk yang paling disukai oleh para penguasa politik dalam mengontrol
warga masyarakat agar selalu menaati kehendak pemerintah. Anche se la marcio avvolto correttamente, una volta sarà anche
diffondeva (Dr K/A)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar